Jumat, 19 Mei 2017

#NHW1 : Universitas Kehidupan & Adab Menuntut Ilmu - Institut Ibu Profesional


Menjadi seorang ibu adalah sebuah profesi penting dalam hidup saya yang menjadikan saya berubah dalam banyak hal. Sangat berubah ketika kemarin saya masih single ataupun saat sedang hamil dimana tidak ada yang saya pikirkan melebihi apapun. Saat dimana saya masih takut, galau, cemas apa yang harus saya siapkan dalam menyambut bidadari kecil ini nanti. Saya harus terus belajar. Bagaimana tidak, sejatinya belajar adalah life-time learning process dalam berbagai hal. Belajar dari yang asalnya tidak tau menjadi tau. Belajar lebih baik dari yang semula bisa menjadi lebih bisa. Proses yang continuously dijalani dan dipahami agar selalu menjadi lebih baik lagi. Hal itu yang secara materi sedang saya usahakan, supaya tidak lagi sekedar materi tetapi bisa saya aplikasikan dalam universitas kehidupan ini.

Bagaikan gayung bersambut, seorang kawan mengenalkan saya dengan sebuah perkuliahan online bernama Institut Ibu Profesional (IIP). Visi, misi dan latar belakang terbentuknya IIP kurang lebih sejalan dengan jawaban atas kegalauan yang sedang saya alami sebagai ibu muda yang ingin menuntut diri untuk menjadi lebih baik, khususnya buat si kecil dan suami saya, lebih lanjut bisa untuk khalayak yang lebih luas dari keluarga pada umumnya.

IIP baru berlangsung kurang dari satu pekan. Pembahasan pertama di kelas matrikulasi ini adalah mengenai ‘Adab Menuntut Ilmu’. Pembahasan berupa pemaparan materi di group WhatsApp yang dilanjukan dengan diskusi serta tanya jawab dan berbuah Nice Home Work, yaitu sistem pengumpulan tugas. Berikut pemaparannya:


ADAB MENUNTUT ILMU

1.       Tentukan satu jurusan ilmu yang akan ditekuni di universitas kehidupan ini!

Sejujurnya inilah pertanyaan tersulit karena menyangkut kedalaman perasaan saya (ciyeee..). Serius, banyak sekali hal yang ingin saya perbaiki. Dalam segi keduniawian, sosial dan lainnya. Bahkan dalam diri saya pribadi pun banyak yang harus saya perbaiki. Kalau bicara passion, saya ingin menekuni ilmu agama, manajemen waktu, parenting, psikologi, kesehatan dan lainnya. Namun dibandingkan ilmu-ilmu tersebut ilmu utama yang paling ingin saya tekuni untuk diperbaiki, dengan mantap jawaban saya adalah ilmu dalam manajemen emosi.



2.       Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin menekuni ilmu tersebut?

Saya sebelumnya (mudah-mudahan dalam proses belajar ini saya segera berubah) adalah orang yang panikan, baper (gampang terbawa suasana), dan cenderung meletup-letup mudah tersulut amarah. Sebagai seorang istri saya sering meluapkan kekesalan saya terhadap suami dengan mengomel panjang lebar, diam seribu bahasa dengan hati dongkol, maupun nangis sesenggukan, semua luapan emosi ini saya muntahkan bergantian secara spontan. Alhamdulillah suami (masih) sabar untuk menenangkan dan mengubah mood saya. Namun seringnya kekumatan saya ini muncul saat saya sedang tidak berada di jangkauan suami, misalkan ketika sedang di tempat berbeda, suami sibuk ataupun saat saya tidak bisa curhat jarak jauh via teleponnya. Hal ini sangat menguras air mata dan hati saya. Tidak ada pelampiasan. Namun masih bersyukurnya saya emosi ini tidak saya muntahkan dalam adegan fisik yang menimbulkan lebih banyak lagi kerugian bahkan korban jiwa hehehe.. Namun sangat menyayat hati. Saya jadi kehilangan mood baik saya, keihlangan kesempatan emas, berpengaruh negatif ke kesehatan, bahkan kehilangan masa depan. Ah, ga enak sebetulnya. Saya sadari betul permasalahan ini, saya harus berubah, namun dalam praktiknya sangat sussaaah.

Bersyukurnya lagi putri saya masih bayi, jadi masih ada waktu bagi saya untuk memperbaiki diri. Saya kuatir nanti saat ia menuikmati masa emasnya dengan exploring banyak hal baru, ada hal yang menyulut amarah saya dan saya luapkan padanya. Tentu saja (saat menulis ini saya sadar) itu sangat akan berpengaruh negatif untuk perkembangannya. Saya juga gak mau anak saya menjadi tipe manusia bersumbu pendek seperti saya. Karena anak. Mengenalkan adab itu memberikan contoh.
“Anak mungkin salah memahami, tapi anak tak pernah salah mengcopy,”
Begitu best quote dari Teh Wening IIP saat diskusi semalam. Karena anak adalah peniru ulung. 

Saya ingin meningkatkan kualitas diri dan memantaskan diri.

3.       Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan direncanakan dI bidang tersebut?

Learning by doing, sejauh ini saya mulai membenahi hati saya. Tidak melulu larut dalm suasana. Ketika amarah datang dan saya sadar segera saya tepis, ambil air wudhlu, lalu solat minta sama Sang Khaliq untuk hapus amarah saya, astaghfirullohal adziim.. yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik. Dan ngaji untuk mengelola hati saya supaya lebih tenang. Selain itu, berdiskusi dengan orang-orang terdekat dengan meminta pendapat mereka pun biasanya bisa membuat hati saya lebih plong. Terutama pada suami yang biasanya memiliki pola pikir yang lebih logis dan berbeda. Lebih lanjut yang paling mendasar adalah introspeksi dan belajar memahami sebelum bereaksi. Serta lebih membuka wawasan banyak, lebih luas, lebih bijaksana lagi dengan membaca terus, lebih banyak bersosialisasi, lebih terbuka lagi.

4.       Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap apa saja yang anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut?

Saya kira beberapa jawaban di poin nomer 3 adalah jawaban untuk poin nomer 4 juga ya? Tapi saya ulangi lagi. Saya (insya Alloh) akan lebih sabar, dan berpikiran positif, tidak melulu baper. Lebih open minded lagi untuk terbuka terhadap perubahan. Serta istiqomah dan konsisten ketika nantinya saya sudah berubah menjadi lebih baik aamiin.

Bismillahirrohmaanirrohiim.. semoga saya bisa mengalahkan ego dan berdamai dengan hati saya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi. Apakah itu dengan jabatan sebagai ibu bijak untuk anak saya, istri shalihah untuk suami saya, anak berbakti untuk keempat orang tua saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar