Menjadi seorang
ibu adalah sebuah profesi penting dalam hidup saya yang menjadikan saya berubah
dalam banyak hal. Sangat berubah ketika kemarin saya masih single ataupun saat
sedang hamil dimana tidak ada yang saya pikirkan melebihi apapun. Saat dimana saya
masih takut, galau, cemas apa yang harus saya siapkan dalam menyambut bidadari
kecil ini nanti. Saya harus terus belajar. Bagaimana tidak, sejatinya belajar
adalah life-time learning process dalam berbagai hal. Belajar dari yang asalnya
tidak tau menjadi tau. Belajar lebih baik dari yang semula bisa menjadi lebih
bisa. Proses yang continuously dijalani dan dipahami agar selalu menjadi lebih
baik lagi. Hal itu yang secara materi sedang saya usahakan, supaya tidak lagi
sekedar materi tetapi bisa saya aplikasikan dalam universitas kehidupan ini.
Bagaikan gayung
bersambut, seorang kawan mengenalkan saya dengan sebuah perkuliahan online
bernama Institut Ibu Profesional (IIP). Visi, misi dan latar belakang
terbentuknya IIP kurang lebih sejalan dengan jawaban atas kegalauan yang sedang
saya alami sebagai ibu muda yang ingin menuntut diri untuk menjadi lebih baik,
khususnya buat si kecil dan suami saya, lebih lanjut bisa untuk khalayak yang
lebih luas dari keluarga pada umumnya.
IIP baru
berlangsung kurang dari satu pekan. Pembahasan pertama di kelas matrikulasi ini
adalah mengenai ‘Adab Menuntut Ilmu’. Pembahasan berupa pemaparan materi di
group WhatsApp yang dilanjukan dengan diskusi serta tanya jawab dan berbuah
Nice Home Work, yaitu sistem pengumpulan tugas. Berikut pemaparannya:
ADAB MENUNTUT
ILMU
1.
Tentukan satu jurusan ilmu yang akan ditekuni di universitas
kehidupan ini!
Sejujurnya inilah pertanyaan tersulit karena menyangkut kedalaman
perasaan saya (ciyeee..). Serius, banyak sekali hal yang ingin saya perbaiki.
Dalam segi keduniawian, sosial dan lainnya. Bahkan dalam diri saya pribadi pun
banyak yang harus saya perbaiki. Kalau bicara passion, saya ingin menekuni ilmu
agama, manajemen waktu, parenting, psikologi, kesehatan dan lainnya. Namun
dibandingkan ilmu-ilmu tersebut ilmu utama yang paling ingin saya tekuni untuk
diperbaiki, dengan mantap jawaban saya adalah ilmu dalam manajemen emosi.
2.
Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin menekuni ilmu
tersebut?
Saya sebelumnya (mudah-mudahan dalam proses belajar ini saya segera
berubah) adalah orang yang panikan, baper (gampang terbawa suasana), dan
cenderung meletup-letup mudah tersulut amarah. Sebagai seorang istri saya
sering meluapkan kekesalan saya terhadap suami dengan mengomel panjang lebar,
diam seribu bahasa dengan hati dongkol, maupun nangis sesenggukan, semua luapan
emosi ini saya muntahkan bergantian secara spontan. Alhamdulillah suami (masih)
sabar untuk menenangkan dan mengubah mood saya. Namun seringnya kekumatan saya
ini muncul saat saya sedang tidak berada di jangkauan suami, misalkan ketika
sedang di tempat berbeda, suami sibuk ataupun saat saya tidak bisa curhat jarak
jauh via teleponnya. Hal ini sangat menguras air mata dan hati saya. Tidak ada
pelampiasan. Namun masih bersyukurnya saya emosi ini tidak saya muntahkan dalam
adegan fisik yang menimbulkan lebih banyak lagi kerugian bahkan korban jiwa
hehehe.. Namun sangat menyayat hati. Saya jadi kehilangan mood baik saya,
keihlangan kesempatan emas, berpengaruh negatif ke kesehatan, bahkan kehilangan
masa depan. Ah, ga enak sebetulnya. Saya sadari betul permasalahan ini, saya
harus berubah, namun dalam praktiknya sangat sussaaah.
Bersyukurnya lagi putri saya masih bayi, jadi masih ada waktu bagi
saya untuk memperbaiki diri. Saya kuatir nanti saat ia menuikmati masa emasnya
dengan exploring banyak hal baru, ada hal yang menyulut amarah saya dan saya
luapkan padanya. Tentu saja (saat menulis ini saya sadar) itu sangat akan
berpengaruh negatif untuk perkembangannya. Saya juga gak mau anak saya menjadi
tipe manusia bersumbu pendek seperti saya. Karena anak. Mengenalkan adab itu
memberikan contoh.
“Anak mungkin salah memahami, tapi anak tak pernah salah mengcopy,”Begitu best quote dari Teh Wening IIP saat diskusi semalam. Karena anak adalah peniru ulung.
Saya ingin meningkatkan kualitas diri dan memantaskan diri.
3.
Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan direncanakan dI bidang
tersebut?
Learning by doing, sejauh ini saya mulai membenahi hati saya. Tidak
melulu larut dalm suasana. Ketika amarah datang dan saya sadar segera saya
tepis, ambil air wudhlu, lalu solat minta sama Sang Khaliq untuk hapus amarah
saya, astaghfirullohal adziim.. yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala
diinik. Dan ngaji untuk mengelola hati saya supaya lebih tenang. Selain itu, berdiskusi
dengan orang-orang terdekat dengan meminta pendapat mereka pun biasanya bisa
membuat hati saya lebih plong. Terutama pada suami yang biasanya memiliki pola
pikir yang lebih logis dan berbeda. Lebih lanjut yang paling mendasar adalah
introspeksi dan belajar memahami sebelum bereaksi. Serta lebih membuka wawasan banyak,
lebih luas, lebih bijaksana lagi dengan membaca terus, lebih banyak
bersosialisasi, lebih terbuka lagi.
4.
Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap apa saja yang
anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut?
Saya kira beberapa jawaban di poin nomer 3 adalah jawaban untuk poin
nomer 4 juga ya? Tapi saya ulangi lagi. Saya (insya Alloh) akan lebih sabar,
dan berpikiran positif, tidak melulu baper. Lebih open minded lagi untuk
terbuka terhadap perubahan. Serta istiqomah dan konsisten ketika nantinya saya
sudah berubah menjadi lebih baik aamiin.
Bismillahirrohmaanirrohiim..
semoga saya bisa mengalahkan ego dan berdamai dengan hati saya untuk menjadi
manusia yang lebih baik lagi. Apakah itu dengan jabatan sebagai ibu bijak untuk
anak saya, istri shalihah untuk suami saya, anak berbakti untuk keempat orang
tua saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar