"Adeee, jangan masuk mulut! Itu kotooor!"
"Makanannya habisin dong deee, jangan dibuat mainan!"
"Mainannya jangan dilemparin gitu dong sayang, kan jadi berantakan!"
"Aduh Ade Queen, jangan pegang kabel! Bahaya!"
"Makanannya habisin dong deee, jangan dibuat mainan!"
"Mainannya jangan dilemparin gitu dong sayang, kan jadi berantakan!"
"Aduh Ade Queen, jangan pegang kabel! Bahaya!"
"Ayoo mandinya udah ya, kelamaan di air nggak baik."
Semua kalimat larangan semacam itu sering sekali meluncur dari mulut saya, dan berakhir dengan tangisan yang pecah karena Queen masih penasaran dengan objek-objek di sekitarnya yang ia amati dengan memasukkannya ke mulut, atau Queen juga masih menikmati main-main dengan makanannya lah, masih asyik acak-acak puzzlenya, masih asyik having fun basah-basahan main
air dan keseruan lainnya yang saya anggap berbahaya atau kotor dan harus dihentikan. Usia
Queen yang hampir menjelang toddlerhood (kini 14 bulan), membuatnya ingin
eksplorasi berbagai hal, dari yang positif sampai negatif (baca:
berbahaya atau kotor-kotor menurut saya).
Kadang bingung bagaimana melarang Queen melakukan hal-hal yang berbahaya
atau bikin kotor. Pernah dengar bahwa kalau anak dibilang 'jangan', ia
justru akan melakukannya. Namun mengubah kata 'jangan' menjadi hal yang
positif cukup menantang. Sering kali ketika ada kejadian, otak belum
sempat berpikir, kata-kata larangan sudah muncul duluan.
Pas banget materi pertama di kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional inimembahas tuntas tentang Komunikasi Produktif. Baik dengan
diri sendiri, dengan pasangan, dan dengan anak. Atau bahkan bisa juga dengan rekan, orang tua, saudara. Pasca materi, kami
diberikan tantangan 10 hari untuk mempraktekkan ilmu yang
kami pelajari secara konsisten, serta istiqomah untuk diterapkan.
Komunikasi Dengan Anak - Day #1
- Keep Information Short & Simple
- Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah.
Selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak, yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuhVerbal 7%, intonasi suara 38%, bahasa tubuh 55%.
- Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
- Fokus ke depan, bukan masa lalu
- Ganti kata 'tidak bisa' menjadi 'bisa'
- Fokus pada solusi, bukan masalah
- Jelas dalam memberi pujian/kritikan
- Ganti nasihat menjadi refleksi pengalaman
- Ganti pertanyaan interogaso menjadi pernyataan observasi
- Ganti pengalihan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati
- Ganti perintah dengan pilihan
Poin yang dipilih: Poin Nomor 2 (7-38-55)
Pagi ini sebelum berangkat kerja, menunaikan amanah di ranah publik, saya memandikan Queen di jolang mandinya ditemani mainan karet bebek-bebekan supaya anteng saat saya menyabuni badan dan kepalanya. Bukannya anteng lagi tapi benar-benar nggak mau diangkat dari jolang mandi. Saya yang akan mengangkat tubuhnya dan membungkusnya dengan handuk. Tapi badannya menunjukkan penolakkan dengan menegangkan tulang-tulangnya seolah bersiap untuk mengajak saya berperang, hihi.. Dasar bayi cerdas. Akhirnya saya membungkuk sejajar Queen (bahasa tubuh), lalu bilang dengan intonasi lembut, "Tangan Queen udah keriput nih, yuk kita pakai handuk. Mama matiin keran airnya ya.."
Hasilnya? Queen tetap protes sih setelah keran mati. Namun ia segera minta
pakai handuk :) Dramanya nggak perlu panjang-panjang deh, alhamdulillah.
Ini baru hari pertama dari (minimal) tantangan 10 hari berkomunikasi produktif dengan keluarga. Bismillah, semoga hari esok lebih lancar lagi :)
#hari1
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayIIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar